Percikan unsur
kepemilikan dan pencitraan akan menjadi baku ketika sebuah karya mesti lahir
dan berusaha membombardir pemikiran dan sudut pandang para penghuni “negeri kedok”. Negeri yang dipimpin dan
di perintah oleh para pencari suara terbanyak dan citra terbaik oleh rakyatnya,
meski pada kenyataannya semua itu sangat bertolak belakang dengan apa yang ia
ucapkan, malah terkadang dengan apa yang mereka janjikan.
Mencoba untuk
steril tanpa sentuhan kepicikan dan unsur pemanfaatan justru akan membuat
pedang yang mengarah pada para karya itu sendiri. Tidak sampai disitu, materi
dan semua yang menjadi sebuah penghargaan terhadap karya tersebut ikut menjadi
hidangan manis yang layak di perebutkan oleh para pesohor.
Sampai kapan
negeri ini harus berbalut kedok pencitraan semata yang tak pernah sejalan
dengan dasar yang mereka lontarkan?
Tidak ada komentar:
Write komentar